Hukum Perburuhan adalah seperangkat aturan dan norma
baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan Industrial
antara Pengusaha, disatu sisi, dan Pekerja atau buruh disisi yang lain.
Era
Reformasi benar-benar membuka lebar arus demokrasi. Secara regulatif, dan
Gradual hukum perburuhan kemudian menemukan momentumnya. hal tersebut
terepresentasi dalam tiga paket Undang-Undang perburuhan antara lain:
Undang-undang No. 21 tahun 2000 Tentang Serikat Buruh, Undang-undang No.13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
UNDANG UNDANG PERBURUHAN NO.12 TH
1948
Tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh
Undang-undang
ini menjelaskan tentang aturan-aturan terhadap pekerja buruh dalam hal persyaratan
untuk menjadi seorang buruh, pengaturan jam kerja dan jam istirahat, pemberian
upah, perlindungan terhadap buruh perempuan, tempat kerja dan perumahan buruh,
tanggung jawab, pengusutan pelanggaran, dan aturan tambahan.
Undang-undang
ini berfungsi untuk melindungi buruh dari hal-hal yang tidak diharapkan.
Adanya bunyi
dari Undang-Undang Perburuhan No.12 Th 1948 :
· Pasal 10
1) Buruh tidak boleh menjalankan
pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan
dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan
buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu.
2) Setelah buruh menjalankan pekerjaan
selama 4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat yang
sedikitsedikitnya setengah jam lamanya; waktu istirahat itu tidak termasuk jam
bekerja termaksud dalam ayat 1.
· Pasal 13 ayat 2
1) Buruh Wanita harus diberi istirahat
selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan
melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau
gugur-kandung.
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1964
Tentang
Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta
Menimbang: bahwa untuk lebih menjamin
ketenteraman serta kepastian bekerja bagi kaum buruh yang disamping tani harus
menjamin kekuatan pokok dalam revolusi dan harus menjadi soko guru masyarakat
adil makmur, seperti tersebut dalam Manifesto Politik, beserta perinciannya,
perlu segera dikeluarkan Undang-Undang tentang Pemutusan Hubungan Kerja di
Perusahaan Swasta.
·
Pasal
1
1) Pengusaha harus mengusahakan agar jangan
terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.
2) Pemutusan hubungan kerja dilarang:
a. Selama buruh berhalangan menjalankan
pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak
melampaui 12 (dua belas) bulan terus menerus.
b. Selama buruh berhalangan menjalankan
pekerjaannya karena mematuhi kewajiban terhadap Negara yang ditetapkan oleh
Undang-undang atau Pemerintah atau karena menjalankan ibadah yang diperintahkan
agamanya dan yang disetujui Pemerintah.
·
Pasal
1
1) Pengusaha harus mengusahakan agar jangan
terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.
2) Pemutusan hubungan kerja dilarang:
a. Selama buruh berhalangan menjalankan
pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak
melampaui 12 (dua belas) bulan terus menerus.
b. Selama buruh berhalangan menjalankan
pekerjaannya karena mematuhi kewajiban terhadap Negara yang ditetapkan oleh
Undang-undang atau Pemerintah atau karena menjalankan ibadah yang diperintahkan
agamanya dan yang disetujui Pemerintah.
· Pasal 2
Bila setelah diadakan segala usaha pemutusan hubungan
kerja tidak dapat dihindarkan, pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk
memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau dengan
buruh sendiri dalam hal buruh itu tidak menjadi anggota dari salah satu
organisasi buruh
· Pasal 3
1. Bila perundingan tersebut dalam pasal
2 nyata-nyata tidak menghasilkan persesuaian paham, pengusaha hanya dapat
memutuskan hubungan kerja dengan buruh, setelah memperoleh izin Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah ( Panitia Daerah), termaksud pada
pasal 5 Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42) bagi pemutusan hubungan kerja
perorangan, dan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat
(Panitia Pusat) termaksud pada pasal 12 Undang-undang tersebut di atas bagi
pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
2. Pemutusan hubungan kerja secara
besar-besaran dianggap terjadi jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan,
pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih, atau
mengadakan rentetan pemutusan-pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan
suatu itikad untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
· Pasal 4
1. Izin termaksud pada pasal 3 tidak
diperlukan bila pemutusan hubungan kerja dilakukan terhadap buruh dalam masa
percobaan.
2. Lamanya masa percobaan tidak boleh
melebihi tiga bulan dan adanya masa percobaan harus diberitahukan lebih dahulu
pada calon buruh yang bersangkutan.
· Pasal 5
1. Permohonan izin pemutusan hubungan
kerja beserta alasan-alasan yang menjadi dasarnya harus diajukan secara
tertulis kepada Panitia Daerah, yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat
kedudukan pengusaha bagi pemutusan hubungan kerja perorangan dan kepada Pusat
bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
2. permohonan izin hanya diterima oleh
Panitia Daerah/Panitia Pusat bila ternyata bahwa maksud untuk memutuskan
hubungan kerja telah dirundingkan seperti termaksud dalam pasal 2 tetapi
perundingan ini tidak menghasilkan persesuaian paham.
· Pasal 6
Panitia Daerah dan Panitia Pusat menyelesaikan permohonan
izin pemutusan hubungan kerja dalam waktu sesingkat-singkatnya, menurut tata
cara yang berlaku untuk penyelesaian perselisihan perburuhan.
· Pasal 7
1. Dalam mengambil keputusan terhadap
permohonan izin pemutusan hubungan kerja, Panitia Daerah dan Panitia Pusat
disamping ketentuan-ketentuan tentang hasil ini yang dimuat dalam Undang-undang
No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara
Tahun 1957 No. 42), memperhatikan keadaan dan perkembangan lapangan kerja serta
kepentingan buruh dan perusahaan.
2. Dalam hal Panitia Daerah atau Panitia
Pusat memberikan izin maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk
memberikan kepada buruh yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa, dan ganti
kerugian lain-lainnya.
3. Penetapan besarnya uang pesangon, uang jasa
dan ganti kerugian lainnya diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan.
4. Dalam Peraturan Menteri Perburuhan
itu diatur pula pengertian tentang upah untuk keperluan pemberian uang
pesangon, uang jasa dan ganti kerugian tersebut di atas.
·
Pasal
8
Terhadap penolakan pemberian izin oleh Panitia Pusat atau
pemberian izin dengan syarat tersebut pada pasal 7
ayat (2), dalam waktu 14 (empat betas) hari setelah pemutusan
diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik buruh dan/atau pengusaha
maupun organisasi buruh/ atau organisasi pengusaha yang bersangkutan dapat
diminta banding kepada Panitia Pusat.
·
Pasal
9
Panitia
Pusat menyelesaikan permohonan banding menurut tata cara yang berlaku untuk
penyelesaian perselisihan perburuhan dalam tingkat banding.
· Pasal 10
Pemutusan hubungan kerja tanpa izin
seperti tersebut pada pasal 3 adalah batal karena
hukum.
· Pasal 11
Selama izin termaksud pada pasal 3
belum diberikan, dan dalam hal ada permintaan
banding tersebut pada pasal 8,
Panitia Pusat belum memberikan keputusan, baik
pengusaha maupun buruh harus tetap
memenuhi segala kewajibannya.
· Pasal 12
Undang-undang ini berlaku
bagi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di perusahaan-perusahaan swasta,
terhadap seluruh buruh dengan tidak menghiraukan status kerja mereka, asal
mempunyai masa kerja dari 3 (tiga) bulan berturut-turut.
· Pasal 13
Ketentuan-ketentuan pelaksanaan yang
belum diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Perburuhan.
· Pasal 14
Undang-undang ini mulai berlaku pada
hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan
pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Sumber:
www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt4c3d3fcb74af1/parent/724
https://ahsinufadli.wordpress.com/2013/01/29/hukum-perburuhan-uu-perburuhan-bidang-hubungan kerja/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar