HELLO

Rabu, 11 Oktober 2017

BAB III Ethical Governance

Ethical Governance
1.     Governance System
Istilah system pemerintahan adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: “sistem” dan “pemerintah”. Berarti system secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan. Adapun unsur-unsur yang membentuk Governance System yang tidak dapat terpisahkan yaitu :
a.     Commitment on Governance adalah sebuah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
b.     Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.      Governance Outcomes adalah hasil dari pekerjaan baik dari aspek hasil kinerja maupun acra-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil pekerjaan.

2.     Budaya Etika
Pendapat umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Bagaimana budaya etika diterapkan? Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis yaitu:
·       Menetapkan credo perusahaan. Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
·       Menetapkan program etika. Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
·       Menetapkan kode etik perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.

3.     Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).

4.     Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut:
-        Sosialisasi dan Workshop.
Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
-        Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan.
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut:
·     Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
·     Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
·     Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
·     Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
·     An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the Auditing Committee along with  its Scope of Work.
·     Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.

5.     Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan

Referensi:
AICPI, Code of Professional Conduct
Aturan Etika IAI Kompartemen-Kompartemen diluar IAI KA
Brooks, Leonard J., “Business & Professional Ethics for Accountants”, South Western College Publishing, 2012 Edisi Terbaru
Duska, Ronald F. and Brenda Shay Duska, “Accounting Ethics”, Blackwell Publishing, 2003
Francis, Ronald D., “Ethics & Corporate Governance”, an Australian Handbook, UNSW Press, 2000
IAI Kode Etik Akuntan Indonesia Prosiding Kongres VIII IAI, 1998
IAI KAP Aturan Etika Profesi Akuntan Publik
IFAC Ethics Committee, IFAC Coe of Ethics for Professional Accountants, International Federation of Accountants
Ketut Rinjin, “Etika Bisnis dan Implementasinya”, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2004
Northcott, Paul H, “Ethics and the Accountant”: Case Studies, Prentice Hall of Astralia, 1994 atau Edisi Revisi
Sony Keraf. Etika Bisnis: “Tuntutan dan Relevansinya”, Kanisius, 1998 atau terbaru





Tidak ada komentar:

Posting Komentar